Saya masih ingat pertama kali membawa gitar kecilku naik kereta malam menuju sebuah festival di kota yang bahkan namanya terdengar asing. Tas penuh pick, nota, dan sepatu yang sudah bolong. Rasanya seperti petualangan yang tidak cuma soal panggung. Lebih dalam. Tentang bau kafe di pinggir jalan, obrolan dengan musisi jalanan, dan musik yang tiba-tiba jadi bahasa bersama di tengah keramaian.
Festival itu bukan hanya jadwal band dan pencahayaan. Di setiap sudut ada cerita; dari tukang kopi yang hafal lagu-lagu lama hingga ibu yang menjual kue sambil menepuk-nepuk ritme di meja. Kadang saya datang untuk bermain, pulang membawa cerita. Lagu-lagu yang saya bawakan bisa berubah karena suasana—lebih cepat, lebih panjang, atau malah jadi lebih sendu karena langit yang mendung.
Yang paling saya suka: momen di belakang panggung saat musisi saling bertukar tips tuning, meminjam pick, atau hanya membandingkan pengalaman perjalanan. Kecil, sederhana, tetapi mengingatkan bahwa kita semua sedang dalam perjalanan yang mirip: menanyakan arah, mencari penginapan murah, dan berharap alat musik aman sampai pagi.
Bepergian sebagai musisi butuh sedikit persiapan ekstra. Bukan cuma pakaian, tapi juga strategi. Berikut beberapa hal yang saya pelajari dari jalanan dan festival:
– Bawa case yang kuat namun ringan. Alat yang aman memberi kepala yang lebih tenang. Kalau bisa, bawa juga strap cadangan dan set senar ekstra.
– Simpan dokumen penting (paspor, kontrak, asuransi alat) dalam satu folder digital dan satu cetak. Telefon bisa hilang. Kertas tidak selalu mudah disimpan, tetapi backup itu lifesaver.
– Pelajari sedikit bahasa lokal. Kalimat sederhana seperti “terima kasih”, “di mana kamar kecil?”, atau “boleh main?” sering membuka pintu—atau setidaknya senyum.
– Fleksibilitas itu kunci. Jadwal bisa berubah. Soundcheck molor. Jadilah seperti air: menyesuaikan, tapi tetap mengalir ke tujuan.
– Jaga stamina. Tidur cukup sebelum tampil. Minum air. Jangan meremehkan makan malam yang baik—energi itu penting saat membawakan lagu ketiga, keempat, dan seterusnya.
Saya punya daftar tempat yang selalu memanggil lagi dan lagi. Yogyakarta, misalnya—bukan hanya karena gudegnya, tetapi karena suasana kreatifnya. Kafe-kafe kecil menjadi panggung tak resmi. Ubud di Bali menawarkan campuran seni tari, musik tradisional, dan workshop yang membuat telinga dan kepala riuh dengan inspirasi.
Kalau ingin suasana internasional, ada festival kecil di kota-kota Eropa yang membuatmu merasa seperti bagian dari komunitas. Saya pernah bermain di sebuah kafe di Marseille setelah bertukar lagu dengan pemain biola Prancis. Malam itu hujan, dan permainan kami terasa seperti soundtrack film.
Untuk referensi rute dan cerita festival, saya sering membuka musicandwanderlust. Situs seperti itu membantu merancang perjalanan yang balance antara panggung dan eksplorasi budaya.
Perjalanan sebagai musisi adalah pelajaran tentang kesabaran, improvisasi, dan rasa ingin tahu. Kita belajar harmonisasi bukan hanya dalam musik, tetapi juga dalam cara berinteraksi dengan dunia. Kadang fokus pada set-list. Kadang, kejutan terbaik adalah mendengarkan lagu lokal yang baru saya temui di teras penginapan.
Jadi, kalau kamu seorang musisi yang ingin pergi: mulai dari yang kecil. Coba festival lokal. Bawa alat yang penting. Buka mata dan telinga. Dan jangan lupa mencatat. Nanti, ketika kita duduk lagi di kafe, cerita-cerita itu akan jadi lagu—atau setidaknya, kopi yang lebih manis karena penuh kenangan.
Keliling Festival dengan Gitar: Cerita, Budaya, dan Tip Musisi Ada sesuatu yang magis saat saya…
Jalan Nada: Permulaan yang Kecil tapi Berarti Ada sesuatu tentang musik yang membuat jalanan terasa…
Kapan terakhir kali kamu bangun di kamar hotel yang jendelanya nempel di gang sempit, sambil…
Malam di Panggung Jalanan: Cerita Musisi, Festival, dan Rasa Setempat Ritual Sebelum Naik Panggung (informasi…
Banyak orang sekarang udah males sama game ribet yang harus install dulu, tunggu loading lama,…
Ada sesuatu tentang menyalakan amplifier di tengah kota asing yang membuat jantung berdetak cepat: campuran…